Tuesday, May 3, 2011

Anak-Anak Karbitan

Anak-anak yang digegas
Menjadi cepat mekar
Cepat matang
Cepat layu...

Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anakmereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiridengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua ...

Captive market I
Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan.
Di samping ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidaktahuannya!

Anak-Anak Yang Digegas...
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak. Di antaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah.

Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian ? James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.

Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itulahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.

Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya Einsten yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor kogtutif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itubanyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early Childhood Training".


Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja.
Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang dimana-mana, di Indonesia....

"Early Ripe, early Rot...!"
Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960 di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan "peluang emas" bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak¬Kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.

Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah "Era Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak. Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal " The Process of Education" pada lahun 1960, la menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika. "We begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development". Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk... early ripe, early rot!


Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia
SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu
mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman
menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep
"kesiapan-readiness" dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang
mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological
limitations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan
intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka
segera siap belajar apapun.

Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah
membuat anak-¬anak menjadi cepat mekar. Anak-anak menjadi "miniature
orang dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah
sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang
dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun
merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film,
televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas
ditonton anak-anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media
begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa.
sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah
memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat.

Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah
faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti
halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan
ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak
terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan
mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh
cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi
sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak.
Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan
berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnva saat perilaku anak
menampilkan gaya "kedewasaan ", sementara perasaannya menangis berteriak
sebagai "anak".

Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang
anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody'S Child
I'M NOBODY'S CHILD
I'M nobody's child I'm nobodys child
Just like a flower I'm growing wild
No mommies kisses
and no daddy's smile
Nobody's touch me I'm nobody's child

Dampak Berikutnya Terjadi... ketika anak memasuki usia remaja
Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia
memasuki usia remaja. Mereka tidak segan-segan mempertontonkan berbagai
macam perilaku yang tidak patut. Patricia 0' Brien menamakannya sebagai
"The Shrinking of Childhood'. " Lu belum tahu ya... bahwa gue telah
melakukan segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12
tahun kepada teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan
seks " serunya bangga.

Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan
bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai
gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua
menjadi cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak
dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh,
untuk belajar dan untuk berkembang, .... sebuah proses dalam kehidupannya !

Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas
yang berkarier di luar rumah tidak menuliki waktu banyak dengan
anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia
lebih mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknya.
Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai "Cinderella
Syndrome" yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan
diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi
rnenghindari kehidupan nyata vang mereka jalani.

Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di
lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut
berbagai Ies, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi
cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga
jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah.
Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby
sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak¬-anak mereka. Tidak
jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di Iembaga
pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.

ERA SUPERKIDS
Kecenderungan orangtua menjadikan anaknya "be special " daripada "be
average or normal sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin
anak-anak mereka menjadi "to exel to be the best". Sebetulnya tidak ada
yang salah. Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti
berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti
beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang,
basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi
lainnya...maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS'". Cost merawat
anak superkids ini sangat mahal.

Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling
berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is
better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam
pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil
Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika
anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah...ketika
anak-anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang
kekanak-kanakan!

BERBAGAI GAYA ORANGTUA
Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan
berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan
-"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya.
Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan,
antara lain:

Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU)
Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus,
mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya
hidup kebarat-baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan
cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta
mereka. Penuh dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena
ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat
percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun
karier, maka "superkids" merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai
orangtua.

Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek
terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang
prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka
sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu
saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh
berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak
kelompok orangtua "gourmet " atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.

College Degree Parents --- (ORTU INTELEK)
Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah
ke atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering
melibatkan diri dalam berbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya
membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya.
Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan
hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka
"Superkids ", Apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang
tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal
yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya bahwa
pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.
Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap
kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak
hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah,

Gold Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS)
Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya
menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan
anaknya ke berbagai kompetisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu
pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini
lagi marak di Indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi,
kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka
tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan menjadi "seorang
Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi
"Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none
abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.
Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang. Puluhan
anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya
lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang
molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta. Anak-anak mulai resah,
berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil
mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar.
Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai
pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas
kertas.

Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi
kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang
gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi
ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang
mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian
menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni
penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya
menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana
pada anak-anak mereka!

Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana bintang cilik
"Joshua" yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya.
Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang
bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita
tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya. Joshua ketika berumur
kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat
menghapal puluhan nama-nama kepala negara. Kemudian di usia balitanya
dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak
yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan
anaknya seorang "superkid "--seorang penyanyi sekaligus seorang bintang
film,....

Do-it Yourself Parents
Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan
menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di
bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di
tempat ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan
sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi
untuk menjadikan anak-anaknya "Superkids"--earlier is better". Dalam
kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya.
Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang
mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan
mencintai lingkungan hidup yang bersih.

Outward Bound Parents--- (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat
memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka
sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan
permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan
marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih
memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran
yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini
secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep
"Superkids " Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang
hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya.
Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti
memasukkan anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini.
Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah
bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga
mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka
pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka
menjadi "steril" dengan lingkungannya.

Prodigy Parents --(ORTU INSTANT)
Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak
memiliki pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, namun tidak
berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia
bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang
sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan
menumpulkan kemampuan anak-anaknya. 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka
juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa
memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada
anak-¬anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat
atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant
dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang
"Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman, atau
"Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika " karangan Siegfried, "Berikan
Anakmu pemikiran Cemerlang " karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat
Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 6 Hari " karangan Sidney Ledson


Encounter Group Parents--(ORTU NGERUMPI)
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan.
Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau
terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang
mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam
perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai
relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya
kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-¬anak
dengan berbagai perilaku "gang ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak.
Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga
mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka
memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan
kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk
memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka
sebagai "Superkids" juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak-anak
mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.
Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan
prestasi yang diharapkan.

Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak
yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis.
Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi
anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi
tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini
tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation " dalam
merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang
nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta
kasih yang tulus sebagai orang tua.

Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik
yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan,
bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka
untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun
meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang
menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang
sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar.
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya
dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka begitu yakin bahwa anak
membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri
keistimewaan yang dimilikinya.

Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan
menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah
benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga
berbeda dan unik !

KAMU HARUS TAHU BAHWA TIADA SATU PUN YANG LEBIH TINGGI, ATAU LEBIH KUAT,
ATAU LEBIH BAIK, ATAU PUN LEBIH BERHARGA DALAM KEHIDUPAN NANTI DARIPADA
KENANGAN INDAH ¬TERUTAMA KENANGAN MANIS DI MASA KANAK-KANAK. KAMU
MENDENGAR BANYAK HAL TENTANG PENDIDIKAN, NAMUN BEBERAPA HAL YANG INDAH,
KENANGAN BERHARGA YANG TERSIMPAN SEJAK KECIL ADALAH MUNGKIN ITU
PENDIDIKAN YANG TERBAIK. APABILA SESEORANG MENYIMPAN BANYAK KENANGAN
INDAH DI MASA KECILNYA, MAKA KELAK SELURUH KEHIDUPANNYA AKAN
TERSELAMATKAN. BAHKAN APABILA HANYA ADA SATU SAJA KENANGAN INDAH YANG
TERSIMPAN DALAM HATI KITA, MAKA ITULAH KENANGAN YANG AKAN MEMBERIKAN
SATU HARI UNTUK KESELAMATAN KITA"-DESTOYEVSKY'S BROTHERS KARAM0Z0V---

PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK
Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya
juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada
produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah
"Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan
anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan
rumah yang menumpuk.

Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang
sibuk sebagai "Operator kurikulum" dan tidak punya waktu mempersiapkan
materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai
guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak,
guru hanya dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran " ketimbang
menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di
saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan "mesin-mesin dalam menskor"
capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa
potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam
menjalani pendidikan di sekolah. Pikiran mereka diforsir untuk
menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan
sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak
membuat bagan organisasi sebuah birokrasi ? Manfaat apa yang dirasakan
anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang
ada di pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh
menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya
rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang
direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-perilaku keseharian mereka
sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu banyak tentang
pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada
dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan
dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk
sekolah--- dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk.... Namun sekolah
tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong
kehidupannya !

Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 %
kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah
telah melakukan "pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya.
Dimana guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak
tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak
mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan
mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak
hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program
dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah
objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran
banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan
terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking
wilayah....

Mengkompetensi Anak--- merupakan `KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN ?"
"Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi
citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasaYanig
bertanggungjawab... "(Nature versus Nurture).
bagaimana ? Karena ada dua pengertian kompetensi---= ` kompetensi yang
datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa)
atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri.

Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John
Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat
ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita-¬sebagai komponen sentral
dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka
juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut :
" Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world
to bring them up in, and I'll guarantee you to take any one at random
and train him to become any type of specialist I might select--doctor,
lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless
of this talents, penchants.,;, tendencies, vocations, and race of his
ancestors ".
Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini "
setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada
anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New
Jersey pada tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program
tes untuk mengukur "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) "dalam
mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program
ini dilaporkan kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times
sebagai berikut :

`The improvement in those areas were not the result of any magic program
or any singular teaching strategy, they were... simply proof that
accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid
off in New Yersey'.

Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti
Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang
diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan
dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya
kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika
dibuatkan kompetensi-¬kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara
kognitif. Ulah karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan
dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses
pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai
aspek seperti emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat
dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara
pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek
yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk
dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja !.
Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang
berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus
menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali
tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya.
Perilaku keingintahuan -"curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam
sistem persekolahan kita.

Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan ! "Empty Sacks will
never stand upright"---George Eliot

Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif
melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan
membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki
anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik
anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di
sinilah dibutuhkannya peranan guru scbagai pendidik akadcmik dan
pendidik sanubari "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good
and smart "-terang hati dan pikiran

Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada
anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada
anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi,
dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka
hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina
dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan
berbagai kreativitas.

Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya ber
jam jam untuk belajar anatomi tubuh manusia.

Thomas Edison mengatakan bahwa "genius is 1 percent inspiration and 99
percent perspiration ". Semangat belajar ---"encourage' - Tidak dapat
muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan
hati---kesukaan dan kecintaan--- belajar_ Sementara di sekolah banyak
anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah
mengalirkan "moral litermy" melalui pendidikan karakter. Kita harus
ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karaktcr inilah
tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr). lnilah
keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri
dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang
berguna dengan perbuatan yang baik ....

PENUTUP
Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang
terang hati dan terang pikiran--- "good and smart "--- merupakan tugas
kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras
yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat,
khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini
banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak
dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada
yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek
kognitif dan mengabaikan faktor emosi.

Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini
kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah
fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari
lahirnya era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti...ketika anak-anak
karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang
ke kanak-kanakan.

Hidup itu menciut
Dan mengerdil
Bagaikan selokan kecil
Bila dilepas bebas
la merah menggejolak
Bagaikan dahsyatnva samudera luas


"Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice;
it is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved."
(William Jennings Bryan)

Oleh Dewi Utama Faizah*)

*) Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen
Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan
Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation.
 

No comments:

Post a Comment