Friday, April 15, 2011

Arifinto dan Kegagalan Undang-Undang Pornografi

Kamis (14/4), Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) bersama sejumlah aktivis dan akademisi perempuan Indonesia mengadakan jumpa pers di Kantor YJP, Jakarta. Jumpa pers ini untuk menyatakan bahwa penyikapan kasus anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Drs. H. Arifinto, yang membuka konten porno di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belumlah cukup.

Selaku juru bicara YJP, Mariana Amiruddin menyatakan bahwa langkah pengunduran diri Arifinto sudah sepatutnya. “Pejabat publik bertanggung jawab kepada publik, dan mereka dibiayai oleh pajak masyarakat Indonesia. Namun, kasus ini belum selesai,” jelas direktur YJP ini.

Meski perangkat yuridis tersedia, hingga kini tidak ada usaha dari pihak aparat untuk menindak Arifinto secara hukum. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah diberlakukan kepada orang lain. Jika Arifinto tidak ditindak berdasarkan UU Pornografi (UUP), maka undang-undang (UU) ini diterapkan secara diskriminatif. “Sebelum disahkannya UUP, kami sudah mengira bahwa aturan ini diskirminatif,” jelas Mariana.

Aktifis perempuan, Ayu Utami menjelaskan bahwa UUP telah menghukum Ariel Peterpan secara hukum negara dan norma sosial. “Kami terganggu karena hukum berlaku diskriminatif, tidak merata,” ujar novelis ini. Ariel melakukan hal privasi di ruang privat. Sedangkan Arifinto, melihat pornografi di ruang publik, bernama ruang rapat DPR, tempat pengesahan pelarangan pornografi.

Peneliti isu perempuan, Myra Diarsi berpendapat, partai merupakan lembaga perebut kekuasaan. PKS merebut kuasa, salah satunya, lewat isu pornografi. Partai berasas Islam ini memakai hawa moral untuk memerintah. Tapi konyolnya, alat rebut kekuasaan ini tidak pernah mengilhami mereka. Menentang pornografi, tapi anggotanya menonton pornografi di ruang sidang. Ini gambaran kebangkrutan politisi. Pengunduran diri saja, bukanlah penyelesaian. “Apabila kemunduran ini diterima dengan senang hati, akan menjadi bentuk kemunafikan. Apa yang terobati dari pengunduruan diri?” ujar Myra.

Demi keadilan bagi semua orang, Arifinto harus diperkarakan secara hukum. Ia telah melanggar Pasal 5 UUP, berbunyi: Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak. Dan Pasal 6 UUP, berbunyi: Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan. Bila terbukti bersalah, Arifinto harus dihukum pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Selain prinsip keadilan, hal lainnya dikarenakan Arifinto sebagai bagian dari PKS telah mengusung dan meloloskan UUP. Harus diingatkan bahwa produk-produk hukum yang bias gender, anti pluralitas dan melanggar privasi orang dewasa, sangat mudah dimanipulasi untuk kepentingan penguasa dan pihak-pihak tertentu. []
Oleh: Usep HS

No comments:

Post a Comment